Prototyping Model

Model ini diawali dengan penentuan kebutuhan oleh user. Pengembang akan mengumpulkan informasi-informasi mengenai kebutuhan user tersebut dan kemudian membuat sebuah prototype dari perangkat lunak yang akan dikembangkan. Model ini sangat cocok bagi user awam, sehingga dengan adanya prototype pemahaman mereka akan terbantu dan mereka mempunyai landasan dan acuan dalam tahapan selanjutnya, misalnya pada tahapan pengujian perangkat lunak.
McLeod dan Schell (2007) mendifiniskan 2 (dua) tipe dari prototype yaitu:
1. 1. Evolutionary Prototype
2. 2. Requirements Prototype
Evolutionary prototype yaitu, prototype yang secara terus menerus dikembangkan hingga prototype tersebut memenuhi fungsi dan prosedur yang dibutuhkan oleh sistem. Berikut gambar dari tahapan evolutionary prototype:

Gambar: Evolutionary Prototyping Model.
1. Analisis kebutuhan user, pengembang dan pengguna atau pemilik sistem melakukan diskusi dimana pengguna atau pemilik sistem menjelaskan kepada pengembang tentang kebutuhan sistem yang mereka inginkan.
2. Membuat prototype, pengembang membuat prototype dari sistem yang telah dijelaskan oleh pengguna atau pemilik sistem.
3. Menyesuaikan prototype dengan keinginan user, pengembang menanyakan kepada pengguna atau pemilik sistem tentang prototype yang sudah dibuat, apakah sesuai atau tidak dengan kebutuhan sistem.
4. Menggunakan prototype, sistem mulai dikembangkan dengan prototype yang sudah dibuat.
Requirement prototype merupakan prototype yang dibuat oleh pengembang dengan mendifiniskan fungsi dan prosedur sistem dimana pengguna atau pemilik sistem tidak bisa mendefinisikan sistem tersebut. Berikut ini langkah-langkah dari requirement prototype :

Gambar: Requirement Prototype Model
1. Analisis kebutuhan user, pengembang dan pengguna atau pemilik sistem melakukan diskusi dimana pengguna atau pemilik sistem menjelaskan kepada pengembang tentang kebutuhan sistem yang mereka inginkan.
2. Membuat prototype, pengembang membuat prototype dari sistem yang telah dijelaskan oleh pengguna atau pemilik sistem.
3. Menyesuaikan prototype dengan keinginan user, pengembang menanyakan kepada pengguna atau pemilik sistem tentang prototype yang sudah dibuat, apakah sesuai atau tidak dengan kebutuhan sistem.
4. Membuat sistem baru, pengembang menggunakan prototype yang sudah dibuat untuk membuat sistem baru.
5. Melakukan testing sistem, pengguna atau pemilik sistem melakukan uji coba terhadap sistem yang dikembangkan
6. Menyesuaikan dengan keinginan user, sistem disesuaikan dengan keinginan user dan kebutuhan sistem, jika sudah sesuai sistem siap digunakan.
7. Menggunakan sistem.
Kelebihan dari teknik pengembangan prototyping yaitu :
1. Menghemat waktu pengembangan.
2. Menghemat biaya pengembangan.
3. Pengguna atau pemilik sistem ikut terlibat dalam pengembangan, sehingga kemungkinan-kemungkinan terjadinya kesalahpahaman dalam sistem bisa diminimalisir.
4. Implementasi akan menjadi mudah, karena pengguna atau pemilik sistem sudah mempunyai gambaran tentang sistem.
5. Kualitas sistem yang dihasilkan baik.
6. Memungkinan tim pengembang sistem memprediksi dan memperkirakan pengembangan-pengembangan sistem selanjutnya.
Sedangkan kelemahannya adalah :
Pengguna atau pemilik sistem bisa terus menerus menambah kompleksitas sitem hingga sistem menjadi sangat kompleks, hal ini bisa menyebabkan pengembang meninggalkan pekerjaanya sehingga sistem yang dikerjaan tidak akan pernah terselesaikan.

Share this:

CONVERSATION

0 komentar:

Posting Komentar